6.20.2022

Menjual Ilmu Agama?


 Bismillah...

Tangkapan layar status ini sedang viral.
Saya melihatnya dari dua sisi. Yaitu sisi personal hafidz/guru dan lembaga pendidikannya. Biar tidak rancu.

Seorang penghafal alQuran atau secara umum yg belajar ilmu agama hendaknya sadar dan yakin jika ilmunya wajib diamalkan dan tidak mengharapkan dunia dengan ilmunya itu.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من تعلم علما مما يبتغى به وجه الله تعالى لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة يعني ريحها

“Siapa yang menuntut ilmu yang dari ilmu tersebut mengharapkan wajah Allah (ridho Allah) dan ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan kesenangan dunia, dia tidak akan mencium bau surga nanti pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam shahihnya dan Al-Hakim berkata shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim).

Di kalangan santri, hadis ini seharusnya sudah melekat dan diajarkan di awal nyantri. Sehingga jangan sampai ada santri menghafal Al-Qur'an atau menuntut ilmu agama dengan niat agar nantinya menjadi ini dan itu dengan gaji sekian atau pendapatan sekian per bulan. Banyak orang tua yang karena keterbatasan ilmunya berfikir demikian. Memondokkan anak agar besok jadi ustadz atau kyai atau profesor dll. Yang lebih parah dengan orientasi agar nanti bisa ceramah di sana sini untuk dapat amplop dengan mudah. Naudzubillah min dzalik...

Saya sendiri yang sejak SMA secara khusus belajar ilmu agama, punya prinsip jangan sampai mencari uang dengan ilmu agama. Sampai detik ini tidak pernah terbersit untuk mendapatkan penghasilan dari ilmu yg saya peroleh sejak dari pesantren hingga kuliah. Tetapi untuk mengamalkan dan mengajarkannya tetap menjadi kewajiban. Untuk penghasilan bagaimana?

Saya mengikuti madzhab para ulama yang bekerja atau berwirausaha di luar kesibukannya mengajar. Karena itu saya pernah menjalani banyak pekerjaan di luar belajar dan mengajar. Pernah menjadi tukang cuci piring diri rumah makan, jadi kasir pengiriman uang, jual tempe tahu, asisten Country GM sebuah perusahaan multi-nasional, jualan herbal, jual es batu, jual air minum, jual tiket dan pulsa, agen travel umroh dan kini jual kopi, kurma dan frozen food. Istilahnya O2D alias Opo-Opo Didol hahahaha... Atau dengan menabung kemudian diinvestasikan. Ini cara saya mendapatkan penghasilan. Dan sebenarnya masih banyak lagi pengalaman pekerjaan saya untuk menafkahi diri dan keluarga. Hehe...

Di luar semua pekerjaan itu, profesi utama saya adalah mengajar. Itu adalah kewajiban yang mudah-mudahan tercatat sebagai pengabdian. Kalau mendapat uang dari mengajar anggap saja sebagai bonus, jadi berapa pun yg didapat tidak akan mengeluh.

Maka kalau Anda ingin kaya jangan jadi guru. Rugi kalau ingin kaya dari menjadi guru. Apalagi di Indonesia. Sudah harta nggak dapat, akhirat juga sudah pasti lewat karena salah niat.

Saya jadi ingat di Al-Azhar, di sana dokter, insinyur, mekanik, arsitek atau apa saja profesinya banyak yg menjadi penghafal Qur'an. Bahkan sopir taksi dan penjual makanan di pinggir jalan. Mereka santai saja.

Kedua dari sisi lembaga pendidikan. Membaca ini Anda harus benar-benar lepas dari pandangan sisi pertama biar tidak bertabrakan.
Urusan mengajar harus ikhlas kita cukupkan di bagian pertama tadi. Sekarang urusan lembaga pendidikan Islam.

Ada dua jenis lembaga pendidikan. Yang pertama lembaga pendidikan dengan fasilitas dan dana terbatas. Seperti sekolah agama, TPQ dan Madrasah Diniyah di kampung-kampung. Yang para siswa atau santrinya membayar sekedarnya dan gurunya juga dibayar sekedar ganti uang transportasi. Istilahnya bisyaroh bukan gaji. Ini kalau gurunya tidak ikhlas pasti rugi dunia akhirat. Kadang untuk transport saja tidak cukup.

Kedua lembaga pendidikan yang punya fasilitas lengkap dan menarik bayaran cukup tinggi dari santri atau siswanya. Dengan tujuan meningkatkan fasilitas belajar mengajar. Tidak ada masalah dengan ini. Karena segmen santrinya juga berbeda. Kebanyakan yg belajar di sana dari anak-anak dengan orang tua yang ekonominya menengah ke atas dan ingin anaknya mendapatkan pendidikan dengan fasilitas memadai. Targetnya memang begitu, daripada orang-orang kaya ini menyekolahkan anaknya di sekolah yg fasilitasnya lengkap tapi minim ilmu agama.

Banyak dari lembaga pendidikan ini yang menyediakan beasiswa sekian persen untuk anak-anak yang kekurangan secara ekonomi. Jadi tidak ada masalah sama sekali.

Problemnya adalah ketika sekolah jenis kedua ini ingin menyediakan fasilitas fisik memadai tapi melupakan salah satu fasilitas atau bahkan bagian inti dari pendidikan yaitu guru. Bagi saya itu miris. Saya tidak mengatakan semuanya begitu, tapi ada. Salah satunya mungkin seperti di tangkapan layar status curhatan orang tua ini.

Kalau melihat jenis sekolahnya full day school kemudian gurunya hadir penuh seminggu 6 hari dengan bisyaroh 500ribu per bulan ya bagaimana ya? Hehe nggak enak ngomongnya... Silahkan simpulkan sendiri. Maaf, buat ganti bensin saja bisa ngepres banget. Pakai logika saja tidak masuk. Apalagi yang sudah berkeluarga.

Bahkan ada yang jam kerjanya tidak pasti di luar jam mengajar karena semangat pengabdian pada lembaga atau karena tuntutan pekerjaannya. Kalau tidak dipikirkan tentang kesejahteraannya ya tidak manusiawi. Pertama bisa ikhlas, tapi kalau lemburnya tiap hari tapi jatah beli beras sudah habis, meteran listrik berbunyi dan indikator bensin sudah berkedip-kedip...di dompet tinggal 10ribu rupiah saja. Silahkan direnungkan.

Saya kira ini perlu menjadi perhatian lembaga pendidikan Islam dimana pun berada. Jangan hanya membangun fasilitas fisik tapi fasilitator inti pendidikan diabaikan. Bagaimana membuat guru fokus mengajar jika mereka masih harus memikirkan bagaimana mendapatkan tambahan agar dapur tetap mengebul.

Wah, sudah panjang aja status ini... Akhirnya saya tutup dengan nasehat Kyai Anis Mashduqi :

"Yang lembaganya sudah maju, kesejahteraan guru itu prioritas. Yang masih berjuang, ajak guru-guru ikhlas berjuang, tapi pengasuh jangan naik Innova Venturer dulu.... "

Wallahu a'lam...

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home