3.06.2020

Sabda Rasulullah Tentang Wabah Penyakit

و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ أَنَّ عُمَرَ خَرَجَ إِلَى الشَّامِ فَلَمَّا جَاءَ سَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّامِ فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ فَرَجَعَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ مِنْ سَرْغَ وَعَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عُمَرَ إِنَّمَا انْصَرَفَ بِالنَّاسِ مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ

Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; Aku membaca Hadits Malik dari Ibnu Syihab dari ‘Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’ah bahwa “Pada suatu ketika ‘Umar bin Khaththab pergi ke Syam. Setelah sampai di Saragh, dia mendengar bahwa wabah penyakit sedang berjangkit di Syam. Maka ‘Abdurrahman bin ‘Auf mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: ‘Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, maka janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, janganlah kamu keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri darinya.’ Maka Umar pun kembali dari Saragh. Dan dari Ibnu Syihab dari Salim bin Abdullah; bahwa Umar kembali bersama orang-orang setelah mendengar Hadits Abdurrahman bin Auf. (Hadits Shahih Muslim No. 4115 – Kitab Salam)

Rasulullah juga melarang menimbun barang untuk mencari keuntungan:
وله صلى الله عليه وسلم : من احتكر فهو خاطئ
Rasulullah SAW bersabda, orang yang menimbun barang maka ia berdosa.”
Para ahli bahasa menjelaskan bahwa redaksi “khaati'” dalam hadis di atas bukan hanya berarti salah, tetapi juga berarti berdosa (aatsim). 
Sungguh tidak punya moral orang yang menari di atas penderitaan sesamanya.
mam an-Nawawi dalam Syarh Sahih Muslim menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan menimbun barang dalam hadis di atas bukanlah berarti menimbun secara umum, akan tetapi membeli barang tertentu, bisa secara borongan, dan menyimpannya dalam keadaan tertentu agar harga barang tersebut melambung tinggi karena langka.
Pendapat an-Nawawi ini juga diamini oleh Ibnu Hajar al-Asqalani yang menyebutkan,
قال الحافظ : الاحتكار الشرعي إمساك الطعام عن البيع وانتظار الغلاء مع الاستغناء عنه وحاجة الناس إليه
al-Hafiz (Ibn Hajar al-Asyqalani) berpendapat: Menimbun barang adalah menahan barang untuk tidak menjual dan menunggu pada masa langka dengan tujuan mencari keutungan dan karena dibutuhkan banyak orang.
Menurut an-Nawawi, jika ada orang yang berperilaku seperti demikian, terutama saat masa-masa genting. Maka orang yang menimbun tersebut harus dipaksa untuk menjualnya, tentunya dengan harga yang bisa dijangkau dan tidak membebani banyak orang.
Dalam kasus hadis di atas, sebenarnya adalah menimbun barang atau makanan pokok. Namun jika kita kontekstualisasikan dengan situasi saat ini, ketika masker dianggap sebagai hal yang penting karena bagian dari pencegahan wabah penyakit, maka masker juga bisa kita kategorikan sebagai bahan pokok, walaupun ia bukan bagian dari makanan.
Oleh karena itu, Rasul memperingatkan lagi dalam hadis lain, bahwa orang yang menimbun barang tidak akan bisa dimaafkan walaupun barang tersebut kemudian disedekahkan.
من احتكر طعاما أربعين يوما ، ثم تصدق به لم يكن له كفارة
“Orang yang menimbun makanan selama empat puluh hari kemudian ia sedekahkan semua barang (yang ditimbun) tersebut, maka tidak bisa menebus kesalahan atau dosanya.”
Dalam riwayat lain juga disebutkan,
 من احتكر طعاما أربعين ليلة فقد برئ من الله وبرئ منه
“Orang yang melakukan penimbunan barang selama empat puluh malam, maka Allah dan Rasulnya angkat tangan (tidak bertanggung jawab atas perilakunya).” (H.R al-Hakim)
Walaupun kedua hadis terakhir ini masih diragukan kesahihannya karena ada beberapa rawi yang bermasalah, namun hadis tersebut bisa dikuatkan secara substansinya dengan hadis sahih pertama yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Artinya, ancaman terkait penimbunan barang adalah benar adanya.
Ulama berpendapat bahwa larangan seperti ini diberikan oleh Rasulullah SAW karena berpotensi membahayakan banyak orang dan hanya menguntungkan sebagian orang. (AN)
Wallahu a’lam.

Disarikan dari islami.co dengan beberapa penyesuaian

2 Comments:

Blogger Unknown said...

Assalamualaikum... aduh lama nih gak mampir diblog.
Alhamdulillah kami sekeluarga sehat, baik-baik.. ikutan lockdown jg.
Terimakasih sharing ceritanya.

Faizal apa kagar? dimana skrg?

Monday, April 06, 2020 3:05:00 pm  
Blogger Unknown said...

opss salah ketik..
Faizal apa kabar?

ini dari http://mrputri.blogspot.com/

Monday, April 06, 2020 3:07:00 pm  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home