3.01.2020

Sepotong Kisah Penjaga Warnet di Mesir


Banyak mahasiswa yang sudah tidak asing dengan kerja part-time sambil kuliah. Termasuk mahasiswa Indonesia di Mesir. Lebih khusus lagi aku. Untuk menambah uang saku, aku pernah bekerja sebagai penjaga warnet beberapa tahun yang lalu, hanya selama 2 bulan. Kenapa cuma 2 bulan? Karena jaga warnet di Mesir sering menghadapi pelanggan yang makan hati. Salah satunya kisah seperti di bawah ini.

Suatu siang di bulan Ramadhan, aku bertugas dengan penuh semangat untuk menjaga warnet kesayangan bosku yang orang Mesir. Pelanggan yang datang saat itu kebanyakan anak-anak kecil yang bermain game. Suara mereka berisik, berebut komputer dan meneriaki kawannya yang sedang bermain.

Di depan sebuah unit komputer seorang pemuda berselancar di dunia maya dengan tenang. Seolah tak terganggu dengan berisiknya anak-anak itu. Tiga jam berlalu dan dia masih belum beranjak dari tempat duduknya.

Tiba-tiba ia berdiri tanpa mematikan PC dan menghampiri aku yang duduk di depan komputer khusus petugas. Ia menyerahkan sejumlah uang yang cukup untuk membayar pemakaian internet selama 3 jam. Tapi ia meminta agar komputernya tidak dimatikan karena ia akan kembali.

Tak lama pemuda tanggung ini kembali ke warnet dengan sebotol minuman dan makanan ringan. Betul Anda tidak salah baca, dia bawa makanan dan minuman di siang hari bulan Ramadhan. Ya mungkin saja dia orang non-muslim atau bisa jadi muslim yang tidak berpuasa. Buat info kawan-kawan sekalian, di Mesir ada juga orang Islam yang tidak puasa di bulan Ramadhan. Ya, mungkin satu-dua orang, tiga…empat..dan seterusnya...

Dengan tenang tokoh dalam cerita kita kali ini kembali duduk di depan komputer dan berselancar di dunia dalam kotak monitor. Ia menikmati minuman dingin dan makanan ringan yang dibawanya di depan PC dengan cueknya.  Singkat cerita dia menghabiskan waktu total sekitar 8  jam untuk berinternet. Menjelang petang ia beranjak dari tempat duduk dan membayar. Tapi alamak, dia bayar 5 jam sisanya pakai uang koin 25 piaster. Bahkan ada yang pecahan 5 dan 10 piaster. Koin-koin itu nilainya seperti pecahan Rp 500 dan Rp 100 kalau di Indonesia. Duh!

Aku sempat protes, tapi dia bilang tidak ada uang lagi kecuali itu…ya sudah lah! Meskipun harus menahan dongkol dan siap-siap diomeli bos saat setoran.

Keesokan harinya dia datang lagi. Sebelum memakai komputer dia bilang tidak akan membayar lagi dengan uang koin pecahan kecil-kecil. Ia menunjukkan selembar uang LE 50 untuk meyakinkanku. Bisa juga dia mengerti perasaan penjaga warnet dengan gaji minim sepertiku.

Setelah memakai internet selama 6 jam, seperti hari sebelumnya dia pamit sebentar untuk beli makanan dan kembali lagi. Kali ini dia tidak menyerahkan uang jaminan dengan alasan uang yang LE 50 tadi untuk membeli makanan. Aku mempersilahkan.

Waktu berlalu setengah jam sejak jagoan neon kita tadi pamit untuk membeli makanan. Komputer yang dipakainya masih menyala dengan pencatat waktu yang angkanya terus bertambah. Aku mulai gelisah.

Satu jam kemudian dia masih belum datang, aku makin gelisah. Jangan-jangan dia tidak datang lagi? Bisa kepotong gajiku yang tidak seberapa ini. Akhirnya 1 jam lebih berlalu dan aku yakin dia tidak akan datang lagi. Aku matikan komputernya dengan dongkol yang lebih dari kemarin.

Aku keluar sambil melihat sekitar warnet barangkali bisa menemukannya. Sia-sia saja.  Rasa marah, sedih dan kecewa karena ditipu mentah-mentah. Tapi cuma bisa menahannya karena sedang puasa. Ya emang mau ngapain lagi. Kalau marah-marah sama pelanggan lain malah mereka ikutan kabur. Hehe…

Akhirnya aku harus mengganti kekurangan pendapatan hari itu dari kantong sendiri ditambah 1 jam lebih komputer yang nyala sia-sia. Bosku yang pelit tidak mau tahu, jumlah uang setoran harus sesuai dengan yang tercatat di komputer…. memang sudah jadi nasib.

Saqr Quraisy, Kairo, sudah lupa kapan kejadiannya.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home