KETIKA MULUT TAK LAGI BERKATA
Catatan TAUFIQ ISMAIL*
Lagu : Chrisye
Akan datang hari mulut dikunci
Kata tak ada lagi
Akan tiba masa tak ada suara
Dari mulut kita
Berkata tangan kita
Tentang apa yang dilakukannya
Berkata kaki kita
Kemana saja dia melangkahnya
Tidak tahu kita bila harinya
Tanggung jawab tiba
Rabbana
Tangan kami
Kaki kami
Mulut kami
Mata hati kami
Luruskanlah
Kukuhkanlah
Di jalan cahaya.... sempurna
Mohon karunia
Kepada kami
HambaMu yang hina
1997
*Disalin dari Blog ini
Di tahun 1997 saya bertemu Chrisye sehabis sebuah acara, dan
dia berkata, " Bang, saya punya sebuah lagu. Saya sudah coba
menuliskan kata-katanya, tapi saya tidak puas. Bisakah Abang
tolong tuliskan liriknya?" Karena saya suka lagu-lagu
Chrisye, saya katakan bisa. Saya tanyakan kapan mesti
selesai. Dia bilang sebulan. Menilik kegiatan saya yang
lain, deadline sebulan itu bolehlah. Kaset lagu itu
dikirimkannya, berikut keterangan berapa baris lirik
diperlukan, dan untuk setiap larik berapa jumlah ketukannya,
yang akan diisi dengan suku kata. Chrisye menginginkan puisi
relijius.
Kemudian saya dengarkan lagu itu. Indah sekali. Saya suka
betul. Sesudah seminggu, tidak ada ide. Dua minggu begitu
juga. Minggu ketiga inspirasi masih tertutup. Saya mulai
gelisah. Di ujung minggu keempat tetap buntu. Saya heran.
Padahal lagu itu cantik jelita. Tapi kalau ide memang macet,
apa mau dikatakan. Tampaknya saya akan telepon Chrisye
keesokan harinya dan saya mau bilang, " Chris, maaf ya,
macet. Sori." Saya akan kembalikan pita rekaman itu.
Saya punya kebiasaan rutin baca Surah Yasin. Malam itu,
ketika sampai ayat 65 yang berbunyi, A'udzubillahi minasy
syaithonirrojim. "Alyauma nakhtimu 'alaa afwahihim, wa
tukallimuna aidhihim, wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanu
yaksibuun" saya berhenti. Maknanya, "Pada hari ini Kami
akan tutup mulut mereka, dan tangan mereka akan berkata
kepada Kami, dan kaki mereka akan bersaksi tentang apa yang
telah mereka lakukan." Saya tergugah. Makna ayat tentang
Hari Pengadilan Akhir ini luar biasa!
Saya hidupkan lagi pita rekaman dan saya bergegas
memindahkan makna itu ke larik-larik lagi tersebut. Pada
mulanya saya ragu apakah makna yang sangat berbobot itu
akan bisa masuk pas ke dalamnya. Bismillah. Keragu-raguan
teratasi dan alhamdulillah penulisan lirik itu selesai.
Lagu itu saya beri judul Ketika Tangan dan Kaki Berkata.
Keesokannya dengan lega saya berkata di telepon," Chris, alhamdulillah
selesai". Chrisye sangat gembira. Saya belum beritahu padanya asal-usul
inspirasi lirik tersebut. Berikutnya hal tidak biasa terjadilah. Ketika
berlatih di kamar menyanyikannya baru dua baris Chrisye menangis,
menyanyi lagi, menangis lagi, berkali-kali.
Di dalam memoarnya yang dituliskan Alberthiene Endah, Chrisye –
Sebuah Memoar Musikal, 2007 (halaman 308-309), bertutur Chrisye:
Lirik yang dibuat Taufiq Ismail adalah satu-satunya lirik dahsyat
sepanjang karier, yang menggetarkan sekujur tubuh saya. Ada kekuatan
misterius yang tersimpan dalam lirik itu. Liriknya benar-benarbenar
mencekam dan menggetarkan. Dibungkus melodi yang begitu menyayat, lagu
itu bertambah susah saya nyanyikan! Di kamar, saya berkali-kali
menyanyikan lagu itu. Baru dua baris, air mata saya membanjir. Saya coba
lagi. Menangis lagi. Yanti sampai syok! Dia kaget melihat respons saya
yang tidak biasa terhadap sebuah lagu.
Taufiq memberi judul pada lagu itu sederhana sekali, Ketika Tangan dan
Kaki Berkata.
Lirik itu begitu merasuk dan membuat saya dihadapkan pada kenyataan,
betapa tak berdayanya manusia ketika hari akhir tiba. Sepanjang malam
saya gelisah. Saya akhirnya menelepon Taufiq dan menceritakan kesulitan
saya.
"Saya mendapatkan ilham lirik itu dari Surat Yasin ayat 65..." kata
Taufiq. Ia menyarankan saya untuk tenang saat menyanyikannya. Karena
sebagaimana bunyi ayatnya, orang memang sering kali tergetar membaca
isinya.
Walau sudah ditenangkan Yanti dan Taufiq, tetap saja saya menemukan
kesulitan saat mencoba merekam di studio. Gagal, dan gagal lagi.
Berkali-kali saya menangis dan duduk dengan lemas. Gila! Seumur-umur,
sepanjang sejarah karir saya, belum pernah saya merasakan hal seperti
ini. Dilumpuhkan oleh lagu sendiri!
Butuh kekuatan untuk bisa menyanyikan lagu itu. Erwin Gutawa yang sudah
senewen menunggu lagu terakhir yang belum direkam itu, langsung
mengingatkan saya, bahwa keberangkatan ke Australia sudah tak bisa
ditunda lagi. Hari terakhir menjelang ke Australia, saya lalu mengajak
Yanti ke studio, menemani saya rekaman. Yanti sholat khusus untuk
mendoakan saya.
Dengan susah payah, akhirnya saya bisa menyanyikan lagu itu hingga
selesai. Dan tidak ada take ulang! Tidak mungkin. Karena saya sudah
menangis dan tak sanggup menyanyikannya lagi. Jadi jika sekarang Anda
mendengarkan lagu itu, itulah suara saya dengan getaran yang paling
autentik, dan tak terulang! Jangankan menyanyikannya lagi, bila saya
mendengarkan lagu itu saja, rasanya ingin berlari!
Lagu itu menjadi salah satu lagu paling penting dalam deretan lagu yang
pernah saya nyanyikan. Kekuatan spiritual di dalamnya benar-benarbenar
meluluhkan perasaan. Itulah pengalaman batin saya yang paling dalam
selama menyanyi.
Penuturan Chrisye dalam memoarnya itu mengejutkan saya. Penghayatannya
terhadap Pengadilan Hari Akhir sedemikian sensitif dan luarbiasanya,
dengan saksi tetesan air matanya. Bukan main. Saya tidak menyangka
sedemikian mendalam penghayatannya terhadap makna Pengadilan Hari Akhir
di hari kiamat kelak.
Mengenai menangis menangis ketika menyanyi, hal yang serupa terjadi
dengan Iin Parlina dengan lagu Rindu Rasul. Di dalam konser atau
pertunjukan, Iin biasanya cuma kuat menyanyikannya dua baris, dan pada
baris ketiga Iin akan menunduk dan membelakangi penonton menahan sedu
sedannya. Demikian sensitif dia pada shalawat Rasul dalam lagu tersebut.
* *
Setelah rekaman Ketika Tangan dan Kaki Berkata selesai, dalam
peluncuran album yang saya hadiri, Chrisye meneruskan titipan
honorarium dari produser untuk lagu tersebut. Saya enggan menerimanya.
Chrisye terkejut. "Kenapa Bang, kurang?" Saya jelaskan bahwa saya tidak
orisinil menuliskan lirik lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata itu. Saya
cuma jadi tempat lewat, jadi saluran saja. Jadi saya tak berhak
menerimanya. Bukankah itu dari Surah Yasin ayat 65, firman Tuhan? Saya
akan bersalah menerima sesuatu yang bukan hak saya.
Kami jadi berdebat. Chrisye mengatakan bahwa dia menghargai pendirian
saya, tetapi itu merepotkan administrasi. Akhirnya Chrisye menemukan
jalan keluar. "Begini saja Bang, Abang tetap terima fee ini, agar
administrasi rapi. Kalau Abang merasa bersalah, atau berdosa, nah,
mohonlah ampun kepada Allah. Tuhan Maha Pengampun 'kan?"
Saya pikir jalan yang ditawarkan Chrisye betul juga. Kalau saya berkeras
menolak, akan kelihatan kaku, dan bisa ditafsirkan berlebihan. Akhirnya
solusi Chrisye saya terima. Chrisye senang, saya pun senang.
* *
Pada subuh hari Jum'at, 30 Maret 2007, pukul 04.08, penyanyi legendaris
Chrisye wafat dalam usia 58 tahun, setelah tiga tahun lebih keluar
masuk rumah sakit, termasuk berobat di Singapura. Diagnosis yang
mengejutkan adalah kanker paru-paru stadium empat. Dia meninggalkan
isteri, Yanti, dan empat anak, Risty, Nissa, Pasha dan Masha, 9 album
proyek, 4 album sountrack, 20 album solo dan 2 filem. Semoga penyanyi
yang lembut hati dan pengunjung masjid setia ini, tangan dan kakinya
kelak akan bersaksi tentang amal salehnya serta menuntunnya memasuki
Gerbang Hari Akhir yang semoga terbuka lebar baginya. Amin. #
Ketika Tangan dan Kaki Berkata
Lirik : Taufiq Ismaildia berkata, " Bang, saya punya sebuah lagu. Saya sudah coba
menuliskan kata-katanya, tapi saya tidak puas. Bisakah Abang
tolong tuliskan liriknya?" Karena saya suka lagu-lagu
Chrisye, saya katakan bisa. Saya tanyakan kapan mesti
selesai. Dia bilang sebulan. Menilik kegiatan saya yang
lain, deadline sebulan itu bolehlah. Kaset lagu itu
dikirimkannya, berikut keterangan berapa baris lirik
diperlukan, dan untuk setiap larik berapa jumlah ketukannya,
yang akan diisi dengan suku kata. Chrisye menginginkan puisi
relijius.
Kemudian saya dengarkan lagu itu. Indah sekali. Saya suka
betul. Sesudah seminggu, tidak ada ide. Dua minggu begitu
juga. Minggu ketiga inspirasi masih tertutup. Saya mulai
gelisah. Di ujung minggu keempat tetap buntu. Saya heran.
Padahal lagu itu cantik jelita. Tapi kalau ide memang macet,
apa mau dikatakan. Tampaknya saya akan telepon Chrisye
keesokan harinya dan saya mau bilang, " Chris, maaf ya,
macet. Sori." Saya akan kembalikan pita rekaman itu.
Saya punya kebiasaan rutin baca Surah Yasin. Malam itu,
ketika sampai ayat 65 yang berbunyi, A'udzubillahi minasy
syaithonirrojim. "Alyauma nakhtimu 'alaa afwahihim, wa
tukallimuna aidhihim, wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanu
yaksibuun" saya berhenti. Maknanya, "Pada hari ini Kami
akan tutup mulut mereka, dan tangan mereka akan berkata
kepada Kami, dan kaki mereka akan bersaksi tentang apa yang
telah mereka lakukan." Saya tergugah. Makna ayat tentang
Hari Pengadilan Akhir ini luar biasa!
Saya hidupkan lagi pita rekaman dan saya bergegas
memindahkan makna itu ke larik-larik lagi tersebut. Pada
mulanya saya ragu apakah makna yang sangat berbobot itu
akan bisa masuk pas ke dalamnya. Bismillah. Keragu-raguan
teratasi dan alhamdulillah penulisan lirik itu selesai.
Lagu itu saya beri judul Ketika Tangan dan Kaki Berkata.
Keesokannya dengan lega saya berkata di telepon," Chris, alhamdulillah
selesai". Chrisye sangat gembira. Saya belum beritahu padanya asal-usul
inspirasi lirik tersebut. Berikutnya hal tidak biasa terjadilah. Ketika
berlatih di kamar menyanyikannya baru dua baris Chrisye menangis,
menyanyi lagi, menangis lagi, berkali-kali.
Di dalam memoarnya yang dituliskan Alberthiene Endah, Chrisye –
Sebuah Memoar Musikal, 2007 (halaman 308-309), bertutur Chrisye:
Lirik yang dibuat Taufiq Ismail adalah satu-satunya lirik dahsyat
sepanjang karier, yang menggetarkan sekujur tubuh saya. Ada kekuatan
misterius yang tersimpan dalam lirik itu. Liriknya benar-benarbenar
mencekam dan menggetarkan. Dibungkus melodi yang begitu menyayat, lagu
itu bertambah susah saya nyanyikan! Di kamar, saya berkali-kali
menyanyikan lagu itu. Baru dua baris, air mata saya membanjir. Saya coba
lagi. Menangis lagi. Yanti sampai syok! Dia kaget melihat respons saya
yang tidak biasa terhadap sebuah lagu.
Taufiq memberi judul pada lagu itu sederhana sekali, Ketika Tangan dan
Kaki Berkata.
Lirik itu begitu merasuk dan membuat saya dihadapkan pada kenyataan,
betapa tak berdayanya manusia ketika hari akhir tiba. Sepanjang malam
saya gelisah. Saya akhirnya menelepon Taufiq dan menceritakan kesulitan
saya.
"Saya mendapatkan ilham lirik itu dari Surat Yasin ayat 65..." kata
Taufiq. Ia menyarankan saya untuk tenang saat menyanyikannya. Karena
sebagaimana bunyi ayatnya, orang memang sering kali tergetar membaca
isinya.
Walau sudah ditenangkan Yanti dan Taufiq, tetap saja saya menemukan
kesulitan saat mencoba merekam di studio. Gagal, dan gagal lagi.
Berkali-kali saya menangis dan duduk dengan lemas. Gila! Seumur-umur,
sepanjang sejarah karir saya, belum pernah saya merasakan hal seperti
ini. Dilumpuhkan oleh lagu sendiri!
Butuh kekuatan untuk bisa menyanyikan lagu itu. Erwin Gutawa yang sudah
senewen menunggu lagu terakhir yang belum direkam itu, langsung
mengingatkan saya, bahwa keberangkatan ke Australia sudah tak bisa
ditunda lagi. Hari terakhir menjelang ke Australia, saya lalu mengajak
Yanti ke studio, menemani saya rekaman. Yanti sholat khusus untuk
mendoakan saya.
Dengan susah payah, akhirnya saya bisa menyanyikan lagu itu hingga
selesai. Dan tidak ada take ulang! Tidak mungkin. Karena saya sudah
menangis dan tak sanggup menyanyikannya lagi. Jadi jika sekarang Anda
mendengarkan lagu itu, itulah suara saya dengan getaran yang paling
autentik, dan tak terulang! Jangankan menyanyikannya lagi, bila saya
mendengarkan lagu itu saja, rasanya ingin berlari!
Lagu itu menjadi salah satu lagu paling penting dalam deretan lagu yang
pernah saya nyanyikan. Kekuatan spiritual di dalamnya benar-benarbenar
meluluhkan perasaan. Itulah pengalaman batin saya yang paling dalam
selama menyanyi.
Penuturan Chrisye dalam memoarnya itu mengejutkan saya. Penghayatannya
terhadap Pengadilan Hari Akhir sedemikian sensitif dan luarbiasanya,
dengan saksi tetesan air matanya. Bukan main. Saya tidak menyangka
sedemikian mendalam penghayatannya terhadap makna Pengadilan Hari Akhir
di hari kiamat kelak.
Mengenai menangis menangis ketika menyanyi, hal yang serupa terjadi
dengan Iin Parlina dengan lagu Rindu Rasul. Di dalam konser atau
pertunjukan, Iin biasanya cuma kuat menyanyikannya dua baris, dan pada
baris ketiga Iin akan menunduk dan membelakangi penonton menahan sedu
sedannya. Demikian sensitif dia pada shalawat Rasul dalam lagu tersebut.
* *
Setelah rekaman Ketika Tangan dan Kaki Berkata selesai, dalam
peluncuran album yang saya hadiri, Chrisye meneruskan titipan
honorarium dari produser untuk lagu tersebut. Saya enggan menerimanya.
Chrisye terkejut. "Kenapa Bang, kurang?" Saya jelaskan bahwa saya tidak
orisinil menuliskan lirik lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata itu. Saya
cuma jadi tempat lewat, jadi saluran saja. Jadi saya tak berhak
menerimanya. Bukankah itu dari Surah Yasin ayat 65, firman Tuhan? Saya
akan bersalah menerima sesuatu yang bukan hak saya.
Kami jadi berdebat. Chrisye mengatakan bahwa dia menghargai pendirian
saya, tetapi itu merepotkan administrasi. Akhirnya Chrisye menemukan
jalan keluar. "Begini saja Bang, Abang tetap terima fee ini, agar
administrasi rapi. Kalau Abang merasa bersalah, atau berdosa, nah,
mohonlah ampun kepada Allah. Tuhan Maha Pengampun 'kan?"
Saya pikir jalan yang ditawarkan Chrisye betul juga. Kalau saya berkeras
menolak, akan kelihatan kaku, dan bisa ditafsirkan berlebihan. Akhirnya
solusi Chrisye saya terima. Chrisye senang, saya pun senang.
* *
Pada subuh hari Jum'at, 30 Maret 2007, pukul 04.08, penyanyi legendaris
Chrisye wafat dalam usia 58 tahun, setelah tiga tahun lebih keluar
masuk rumah sakit, termasuk berobat di Singapura. Diagnosis yang
mengejutkan adalah kanker paru-paru stadium empat. Dia meninggalkan
isteri, Yanti, dan empat anak, Risty, Nissa, Pasha dan Masha, 9 album
proyek, 4 album sountrack, 20 album solo dan 2 filem. Semoga penyanyi
yang lembut hati dan pengunjung masjid setia ini, tangan dan kakinya
kelak akan bersaksi tentang amal salehnya serta menuntunnya memasuki
Gerbang Hari Akhir yang semoga terbuka lebar baginya. Amin. #
Ketika Tangan dan Kaki Berkata
Lagu : Chrisye
Akan datang hari mulut dikunci
Kata tak ada lagi
Akan tiba masa tak ada suara
Dari mulut kita
Berkata tangan kita
Tentang apa yang dilakukannya
Berkata kaki kita
Kemana saja dia melangkahnya
Tidak tahu kita bila harinya
Tanggung jawab tiba
Rabbana
Tangan kami
Kaki kami
Mulut kami
Mata hati kami
Luruskanlah
Kukuhkanlah
Di jalan cahaya.... sempurna
Mohon karunia
Kepada kami
HambaMu yang hina
1997
*Disalin dari Blog ini
1 Comments:
subhanallah...masihkah kita merasa jumawa sebagai manusia?..., bicara lagu yang mengharukan, ane mudah nangis kalau dengerin lagunya kang Dang Faturrahman berjudul Madah Rasul...
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home