11.22.2006

Ayat-Ayat Cinta

Hatiku gerimis setelah membacanya. Begitulah kira-kira kesan saya setelah membaca karya Habiburrohman el-Shirazy, seperti yang ditulis di dalamnya. Ayat-Ayat Cinta (AAC) adalah sebuah novel yang bisa membuat pembacanya larut dalam alur cerita. Tokoh utama, Fahri, dalam novel ini digambarkan sebagai seseorang yang bersemangat dalam hidupnya dan bisa membuat orang iri.

Sebenarnya meringkas karya Kang Abik (panggilan akrab Habiburrohman) ini lebih sulit dibandingkan meringkas muqorror (diktat kuliah) Universitas al-Azhar. Setiap detail konfliknya sayang untuk dilewatkan begitu saja. Hampir tiap bab novel yang telah dicetak lima kali dalam 3 tahun ini, terdapat ajaran moral yang tinggi. Referensi yang mengiringinya lebih dari 10 buku, termasuk al-Qur`an. Namun entah kenapa Kang Abik tidak mencantumkan al-Qur`an dalam daftar pustakanya. Novel pakai daftar pustaka?

Barangkali yang membedakan AAC dengan novel-novel yang lain adalah banyaknya buku rujukan. Bagi saya ajaran moral dan agama yang didasarkan pada referensi-referensinya menjadi penyeimbang novel-novel (maaf) cabul yang mulai banyak bertebaran di Indonesia. Hal-hal yang dianggap tabu di kampung saya untuk dibicarakan sekarang dibungkus dengan label sastra oleh beberapa penulis. Bukankah lebih baik dinikmati saja dan tidak perlu diumbar? Dalam AAC kita akan menemukan bahasa yang lebih santun.

Baiklah, agar tidak melebar akan sedikit saya ringkaskan alur novel best seller ini. Fahri Abdullah adalah pemuda kampung yang sedang menempuh program Magister di Universitas al-Azhar, Kairo. Sebelumnya ia juga mendapat gelar sarjananya juga dari al-Azhar. Sudah 7 tahun ia belum pernah pulang ke kampungnya, sebuah desa di Jawa. Untuk ukuran Masisir (Mahasiswa Indonesia Mesir), ia termasuk lancar dalam menempuh studi.

Fahri adalah seorang yang aktif. Jadwal kegiatan sehari-harinya sangat padat hingga terkadang kesulitan untuk membuat janji baru. Sebagai mahasiswa S2 al-Azhar Fahri cukup sibuk walaupun sudah tidak aktif di organisasi. Selain mempersiapkan tesis, Fahri juga sering diminta mengisi khutbah Jum’at di Masjid Indonesia Kairo Ia juga harus menyetor bacaan dan hafalan Qur’annya pada seorang Sheikh yang cukup mashur di Mesir.

Fahri terlahir bukan dari kelarga berada sehingga ia dituntut bisa mandiri. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia menerjemahkan literatur-literatur berbahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia. Selama ini ia mendapatkan kontrak dari penerbit di Jakarta.
Menempati sebuah flat, Fahri tinggal bersama empat kawannya.di Hadayek Helwan, lokasi yang jauh dari komunitas masyarakat Indonesia. Ia bertetangga dengan keluarga Kristen Koptik yang mempunyai seorang anak gadis bernama Maria. Fahri dan kawan-kawannya telah menjalin hubungan persahabatan yang erat dengan keluarga Maria sejak beberapa tahun mereka tinggal di sana.

Suatu malam terjadi keributan dalam keluarga salah satu tetangga mereka. Seorang gadis Mesir diusir oleh keluarganya karena suatu sebab. Fahri yang tidak tahan dengan suara tangisan perempuan, menyuruh Maria untuk menolong Noura, nama gadis itu. Maria mengajak Noura untuk masuk ke kamarnya.

Mengetahui kejadian tersebut, ayah Maria menginginkan Noura untuk pindah ke tempat orang yang seakidah, karena takut terjadi salah pengertian dengan keluarga Noura yang muslim. Salah faham yang akan terjadi dapat meluas menjadi sebuah permasalahan besar menyangkut umat Islam dan Kristen Koptik di Mesir yang selama ini hidup rukun dan damai.

Akhirnya, Fahri meminta Nurul -seorang mahasiswi Indonesia- untuk menampung dan menyembunyikan Noura dari keluarganya sambil mengorek informasi tentang sebab pengusirannya. Nurul adalah ketua Persatuan Mahasiswi Indonesia di Mesir (WIHDAH).
Tokoh aku (Fahri) digambarkan sebagai seorang yang sabar dan berpengetahuan luas. Selain Bahasa Arab, ia juga menguasai bahasa Jerman dan Inggris. Pertemuan dengan Aisha dan tiga turis Amerika membuktikan hal itu.

Dalam sebuah insiden di Metro (kereta bawah tanah) Fahri dan Aisha berkenalan. Fahri membantu Aisha yang terpojok dalam konflik dengan orang Mesir. Fahri menjadi penengah dan berhasil menyelesaikan masalah tanpa menyakiti siapa pun. Aisha adalah muslimah Jerman yang masih berdarah Turki dan Palestina. Ia pun tertarik mendalami Islam dari Fahri.

Pada akhir cerita terkuaklah bahwa Maria, Noura, Nurul dan Aisha yang mempunyai latar belakang berbeda itu jatuh hati pada orang yang sama yaitu Fahri Abdullah. Kang Abik menceritakannya dengan alur yang indah. Dipenuhi dengan detail-detail yang akan mengurangi keutuhan cerita bila dilewatkan.

Konflik batin tokoh utama Fahri yang diungkapkan dalam sudut pandang orang pertama juga bisa mengaduk-aduk emosi pembaca. Kadang pembaca bisa dibuat sedih, suatu saat penasaran dan kadangkala tersenyum sendiri. Seakan kita ikut merasakan kelelahan Fahri berjalan saat musim panas di atas 40° Celcius atau bagaimana gemetarnya Fahri ketika akan berjumpa calon istrinya. Kita juga seakan dibawa memasuki penjara bawah tanah Mesir ketika Fahri dimasukkan ke dalamnya-yang menurut saya lebih dramatis dari apa yang digambarkan Kang Abik.

Latar tempat yang digambarkan Kang Abik mengenai Mesir, terutama Kairo, cukup detail. Dengan membaca AAC kita jadi tahu seberapa luas pengetahuan penulisnya tentang Kairo. Bagi orang yang pernah tinggal cukup lama di Kairo novel ini bisa menjadi nostalgia tersendiri. Di dalamnya banyak dituliskan istilah-istilah bahasa Arab gaul atau dikenal dengan istilah Arab ‘Ammiyah. Bahasa Jerman dan Inggris membuat perwatakan tokoh utamanya semakin lengkap.

Sesuai dengan judulnya yang mencantumkan kata cinta, AAC juga akan membuat pembaca tenggelam dalam irama romantis sepasang kekasih. Tentu saja tanpa melanggar batas-batas moral dan syari’ah Islam. Mungkin karena tokoh dan penulisnya sama-sama Azhary (sarjana al-Azhar) yang dalam pandangan masyarakat Mesir adalah orang-orang yang terpelajar, khususnya mengenai Islam. Di sana orang-orang Azhari menjadi panutan bagi orang-orang awam. Sehingga akan sangat memalukan jika orang Azhari bersikap atau berbuat sesuatu di luar koridor syari’ah Islam.

Dalam beberapa paragraf saya melihat sedikit kejanggalan, misalnya ketika Fahri dan kawan-kawannya makan malam bersama di atap apartemen. Sepengetahuan saya hampir semua atap apartemen di Kairo itu gelap tanpa penerangan sama sekali. Tidak diceritakan Fahri dan kawan-kawannya membawa penerangan apapun. Jadi apakah mereka menikmati ayam bakar dengan meraba-raba??

Tokoh aku seharusnya tidak mengetahui jalan pikiran atau perasaan tokoh lain. Barang kali Kang Abik lupa, misalnya ketika Maria sakit dan orang tuanya meminta bantuan pada Fahri. Bagaimana Fahri bisa mengetahui perasaan ibu Maria yang bersedih tanpa dicantumkan kalimat langsung atau tak langsung. Barangkali jika diungkapkan dengan dialog hal ini tidak akan terjadi.

Sebelum membaca AAC saya pernah membaca dalam sebuah milis forum sastra yang menyebutkan bahwa tokoh aku digambarkan terlalu sempurna. Bagi saya itu sah-sah saja. Pada sampul depan dituliskan Ayat-Ayat Cinta, Sebuah Novel Pembangun Jiwa. Bagaimana novel ini bisa membangun jiwa jika tokohnya tidak bisa menyindir atau membuat iri pembaca karena belum bisa seperti sang tokoh yang punya semangat dan akhlak bagus -untuk tidak mengatakan sempurna. Tidak cocok rasanya jika tokohnya mempunyai banyak kelemahan. Nyatanya Fahri juga tidak terlalu sempurna, ia juga masih banyak meminta bantuan orang lain. Barang kali di beberapa bagian, penyampaian pesan moral penulisnya, menurut saya masih agak kaku.

Tidak ada novel yang sempurna, namun sedikit kelemahan yang saya ungkapkan di atas, insya Allah tidak akan mengurangi kenikmatan membaca AAC. Sebagai novel pembangun jiwa, AAC seakan menjadi oase di tengah degradasi nilai moral masyarakat. Di dalamnya berisi toleransi antar agama dan sesama, kesahajaan seorang penuntut ilmu, cinta, dan kesabaran menghadapi masalah.

Mungkin apa yang saya tuliskan di sini sangat subjektif. Untuk menikmati sudut-sudut konflik dan romantismenya, tulisan ini sangat jauh dari cukup. Siapakah dari keempat tokoh perempuan yang akhirnya mendapatkan cinta Fahri? Akan anda temui dalam Ayat-Ayat Cinta. Selamat membaca!(FZ)

Nasr City-Cairo, 23 Januari 2006

6 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Baru saja ingin bertanya, siapa yg wanita yg memenangi hari Fahri? tapi itu tinggal persoalan di akhir entri..

p/s..Aku amat kagum dengan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Vijck-HAMKA..

Wednesday, November 22, 2006 4:42:00 am  
Anonymous Anonymous said...

kertasterbang

Baru saja ingin bertanya, siapa yg wanita yg memenangi hari Fahri? tapi itu tinggal persoalan di akhir entri..

p/s..Aku amat kagum dengan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Vijck-HAMKA..

Wednesday, November 22, 2006 4:42:00 am  
Blogger Faisal Zulkarnaen said...

@Anonymous
Kalo saya sebutkan siapa yang akhirnya menjadi istri Fahri, Anda tidak jadi baca novel itu karena semuanya sudah diketahui. :)

Tentang Tenggelamnya Kapan Van Der Wijck, saya juga suka novel itu, selain saya juga kagum dengan penulisnya.

Wednesday, November 22, 2006 4:05:00 pm  
Anonymous Anonymous said...

kertasterbang..

wah..kamu juga minati novel HAMKA itu? bagus sekali..kerna novel itu lah, membawa aku ke Sumatera Barat untuk melihat sendiri tanah Maninjau...

p/s..kamu ketemu blog saya? bagus sekali..maka sama-sama kita menulis dan komen...

Friday, November 24, 2006 5:01:00 pm  
Anonymous Anonymous said...

di rumah ada juga novelnya, dikasih kawan, tapi belum sempat dibaca...

Wednesday, December 13, 2006 11:10:00 pm  
Blogger praharasenja said...

maaf agak salah masuk kamar..tp sy bingung dimana menyampaikan pesan ini.
saya membaca pesan anda utk Aa Gym tentang poligami, bagus banget pesan anda itu (saya jujur bukan sinis !)
oleh sebab itu saya ingin juga mendapat pesan dari anda, siapa tahu hidup saya bisa lebih bahgia. kalo sempat tolong baca blog saya : www.praharasenja.blogspot.com dan tolong berikan pesan2 pribadi anda buat saya (mohon blgo tdk dipublikasikan)

Monday, March 26, 2007 6:32:00 am  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home